Awalnya diskusi berjalan normal dan dingin, meskipun kalau boleh jujur mulai terasa membosankan karena pembahasan hanya berkutat pada perbedaan - perbedaan pendapat para ulama.
Tidak ada argumen - argumen baru dan liar
pembangkit gairah intelektual pada malam itu. Mungkin juga karena sudah terlalu
larut malam, jadi suasana tempat tidur yang nyaman sudah mulai mengganggu
pikiran para peserta.
Ditengah kebosanan itu, tiba - tiba terlintas dalam pikiran saya
sebuah pemikiran liar yang ternyata lumayan berhasil menghangatkan diskusi
bahkan hingga membuat panas diskusi malam itu.
Latar belakang diskusi ini adalah kejadian yang sering
terjadi di Indonesia, yakni seorang wanita yang telah hamil diluar nikah
dinikahkan dengan laki - laki yang menghamilinya. Bahkan ada kasus wanita
tersebut dinikahkan dengan sembarang orang demi menutupi aib dari perbuatanya.
Pandangan Islam Mengenai Pernikahan Karena Zina
Saya akan coba gambarkan secara
ringkas bagaiamana islam memandang masalah ini.
Dalam Al-Quran Allah berfirman dalam surat An-Nur ayat 3 :
اَلزَّانِيْ لَا يَنْكِحُ اِلَّا زَانِيَةً اَوْ
مُشْرِكَةً ۖوَّالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَآ اِلَّا زَانٍ اَوْ مُشْرِكٌۚ
وَحُرِّمَ ذٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ
Kalau melihat pada redaksi dari ayat
diatas dapat kita pahami bahwa laki - laki yang berzina hanya boleh menikah
dengan wanita pezina atau wanita musyrik, kemudian wanita pezina juga hanya
boleh dinikahi oleh laki - laki pezina atau laki - laki musyrik.
Namun mengenai masalah ini, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
Imam Syafi'i berpendapat bahwa
wanita tersebut boleh dinikahi baik oleh laki-laki yang menghamilinya maupun
yang tidak menghamilinya.
Sedangkan pendapat Imam Malik yaitu
bahwa hukumnya tidak sah menikahi wanita hamil akibat zina, meskipun yang
menikahi itu laki-laki yang menghamilinya, apalagi yang bukan yang
menghamilinya. Bila tetap dilangsungkan pernikahan dalam keadaan hamil, akad
nikah itu fasid dan wajib difasakh.
Pendapat lain dari Imam Ahmad bin
Hambal, bahwa hukumnya tidak sah menikahi wanita hamil yang telah berbuat zina,
kecuali wanita itu telah memenuhi dua syarat yang pertama yaitu wanita tersebut
telah melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya dan yang kedua sudah bertaubat
dari perbuatan zinanya.
Sedangkan Imam Abu Hanifah
berpendapat bahwa hukumnya sah menikahi wanita hamil bila yang menikahinya
laki-laki yang menghamilinya, alasannya wanita hamil akibat zina tidak termasuk
kedalam golongan wanita - wanita yang haram untuk dinikahi.
Menurut Ibnu Rusyd perbedaan terjadi
ketika para ulama mempertanyakan apakah larangan menikah pada kalimat 'la
yankihuha' yang artinya 'tidak menikahi' tersebut karena dosa atau haram.
Jumhur ulama atau kebanyakan ulama lebih cenderung mengartikan sebagai dosa
bukan haram, sehingga diperbolehkan untuk menikahinya.
Baca Juga : Political Correctness Pisau Bermata Dua
Pendapat - pendapat yang membolehkan
wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya,
berasal dari hadist Rasulullah SAW, Dari Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW
pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat
untuk menikahinya, lalu beliau bersabda: “Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya
nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal”. (HR Tabarany dan
Daruquthuny).
Kemudian pendapat yang mengharamkan
seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari
orang lain. Dikarenakan akan mengakibatkan rancunya nasab sang anak yaitu :
Hadist Nabi SAW : "Janganlah
disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga
melahirkan." (HR Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Hakim)
Sedangkan aturan mengenai masalah ini di Indonesia, diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 53 yang berbunyi:
1. Seorang wanita hamil di luar
nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil
yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu
kelahiran anaknya.
3. Dengan dilangsungkannya
perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah
anak yang dikandung lahir.
Opini berbeda Pernikahan Karena Zina
Dalam diskusi pada forum yang saya ikuti tadi, hanya berkutat pada perbedaan pendapat ulama dalam tata cara pelaksanaan nikahnya saja.
Namun secara keseluruhan dapat saya simpulkan
semuanya setuju dengan diperbolehkanya menikahi atau menikahkan wanita hamil
karena zina.
Tinjauan yang digunakan sebagai
pembolehan untuk menikahkan wanita yang hamil karena zina adalah
adanya kekhawatiran akan adanya mudharat yang lebih besar dikemudian hari, baik
bagi si wanita maupun bagi sang anak apabila sang wanita tidak dinikahkan. Seperti
akan kesulian mengurus data diri, status anak, sekolah, waris, nafkah dll.
Namun argumen yang saya lontarkan
waktu itu lumayan berbeda dari perserta lainya yaitu, :
"Kalau selama ini kita membolehkan menikahkan wanita yang hamil karena zina, dengan tinjauan bahwa akan ada mudharat yang lebih besar jika tidak nikahkan.
Bolehkah suatu saat
kita ubah tinjauanya ke sisi tarbiyah dari perbuatan zina. ?
Artinya kita biarkan wanita maupun laki - laki pezina itu tidak boleh dinikahi dan mendapat semua "kemudhorotan" yang kita khawatirkan akan terjadi dimasa depan tersebut, baik bagi pelaku maupun sang anak.
Kemudian kita anggap itu sebagai hukuman bagi pelaku sekaligus disisi
lain menjadi pelajaran bagi orang lain agar tidak melakukan hal yang sama. "
Saya tidak menduga argumen "aneh" saya tadi merubah jalanya diskusi.
Karena tidak butuh lama diskusi yang membosankan tadi berubah menjadi panas, dengan argumen - argumen baru dan menarik dari pada peserta.
Tentu saya tidak
bisa menceritakan hasil diskusinya, karena sudah bisa ditebak akan menjadi
debat yang tidak berkesudahan.
Namun yang dapat kita pelajari
adalah terkadang dibutuhkan sedikit kenakalan dalam berfikir untuk merangsang
pemikiran - pemikiran baru untuk lahir.